BEBERAPA hari berselang, email dari panitia Jelajah Tembakau Nusantara sudah saya terima dan sudah saya baca dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Rupanya, dalam acara Jelajah Tembakau Nusantara di Lombok kali ini, ada 15 blogger yang diundang untuk ikut, dan saya menjadi salah satunya. Duh, Rejeki anak sholeh ini(sholeh ndasmu sempal, ayat kursi we ra apal kok)
Adapun ke-lima belas blogger tersebut adalah: Agus Mulyadi (alias saya sendiri), Arman Dhani, Wira Nurmansyah, Farchan Noor Rachman, Ayos Purwoaji, Aditia Purnomo, Astri Apriyani, Sukma Dede, Sabda Armandio, Maharsi Wahyu Kinasih, Eddward S. Kennedy, Sutikno, Syukron Makmun, Vira Tanka, dan Indri Juwono.
* * *
DI JELAJAH Tembakau Nusantara Lombok kali ini, kami akan diajak berkeliling Lombok untuk mengetahui seluk beluk tembakau Virginia (yang merupakan salah satu tembakau andalan Lombok), Mulai dari proses penanaman, jual beli, pengolahan, hingga dampak ekonomi dari Tembakau Virginia bagi masyarakat Lombok.
Sejatinya, seluruh peserta sudah berada di Lombok sejak hari Jumat tanggal 21 Agustus 2015, namun acara jelajah baru dimulai keesokan harinya, yaitu hari sabtu, 22 Agustus 2015.
* * *
PENJELAJAHAN kami dimulai dengan menemui pas Iskandar. Beliau ini bisa dibilang adalah living legend dalam dunia pertembakauan Lombok. Pria 60 tahun asal Sidoarjo ini adalah tokoh perintis penanaman tembakau Virginia di Lombok.
Pak Iskandar bekerja sebagai senior manager Djarum di Lombok, beliau lah yang bertanggung jawab terhadap segala proses operasional Djarum di Lombok.
Pak Iskandar yang gagah dan fangkeh (sumber foto: Buku Dunia Iskandar)
Kami dijamu oleh Pak Iskandar di kantornya, di Djarum-Tobacco Station Lombok di daerah Montong Gamang, Lombok Tengah.
Namanya juga kantor perusahaan rokok, maka suguhan utama di tempatmeeting kantor ini tentu saja adalah rokok. Pak Iskandar sengaja menyediakan ber-slop-slop rokok untuk para rombongan. Disuguhi suguhan yang begitu menggoda, naluri nggragas para peserta pun muncul. Beberapa peserta dengan beringas mengambil beberapa bungkus rokok sekaligus. “Hehehe..., Lumayan, sekalian buat oleh-oleh temen kantor,” begitu kata Farchan Noor Rachman alias Efenerr, kawan saya sesama blogger Magelang. “Hambok kamu ngambil juga, walaupun kamu ndakngrokok, tapi kan bisa buat oleh-oleh temen-temenmu tho?” lanjutnya.
Saya terdiam sejenak merenungi saran agung nan bijak dari Efenerr, Tak butuh waktu lama bagi saya untuk mengiyakan saran Efenerr, dan tak butuh waktu lama pula bagi saya untuk segera menyusul kawan-kawan "merampok" persediaan rokok yang memang sudah disediakan.
Terhitung, ada 7 bungkus rokok yang berhasil saya ringkus, masing-masing adalah 3 bungkus Djarum Super, 3 bungkus Djarum Supermild, dan 1 bungkus LA Bold. Sekali lagi, rejeki anak sholeh.
Rokok sebagai suguhan yang begitu menggoda (foto oleh: Eko Susanto)
Setelah selesai "mengamankan" apa yang seharusnya sudah menjadi hak saya, saya kemudian langsung duduk di meja meeting untuk mendengarkan pemaparan tentang Tembakau Lombok oleh Pak Iskandar.
“Di Indonesia, ada beberapa daerah yang menjadi penghasil Tembakau Virginia, diantaranya adalah Lombok, Blitar, Ponorogo, Lampung, dan Bali,” Terang pak Iskandar mengawali pemaparannya. “Namun Lombok merupakan daerah penghasil yang terbesar, karena jumlah tembakau Virginia yang dihasilkan Lombok mampu memasok 80-90% dari total produksi tembakau Virginia Nasional.” lanjut beliau.
Pak Iskandar dengan segala pemaparannya (foto oleh: Atre)
Perlu diketahui, Lombok memang menjadi daerah penghasil tembakau jenis Virginia FC (Flue Cured) yang terbesar di Indonesia. Tak hanya yang terbesar, Lombok juga menjadi penghasil tembakau Virginia terbaik, hal ini menurut pak Iskandar karena tanah dan curah hujan di Lombok sangat mendukung.
Selanjutnya, Pak Iskandar banyak bercerita tentang pengalamannya saat menjadi penyuluh lapangan di Lombok, beliau juga bercerita banyak tentang transaksi sistem kerja PT Djarum dengan para petani yang menggunakan konsep kemitraan dan pendampingan.
Pak Iskandar juga memaparkan tentang perawatan tembakau, mulai dari pembibitan, hingga panen. Dari pemaparan inilah kami para peserta jadi tahu bahwasanya tembakau memang tanaman yang lebay dan manja, karena dalam masa perawatannya, tembakau butuh perhatian yang lebih serius ketimbang tanaman-tanaman lain.
Selesai pemaparan, kami lalu diajak untuk mengunjungi gudang dan tempat pengolahan tembakau yang lokasinya masih satu kompleks dengan kantor. Di Gudang inilah para petani menjual langsung tembakau hasil panenan-nya.
Tembakau yang dibeli langsung dari para petani (foto oleh: Eko Susanto)
Tembakau yang dibeli langsung dari para petani (foto oleh: Eko Susanto)
Proses penyortiran tembakau (foto oleh: Eko Susanto)
Di gudang ini, nilai transaksi tembakau yang dibayarkan langsung kepada petani bisa mencapai angka enam miliar setiap harinya. Luar biasa bukan?
Oh ya, selain berfungsi sebagai gudang, tempat ini juga menjadi tempat pengolahan tembakau. Tahap pengolahannya antara lain mulai darigrading, penyortiran, pemanggangan, hingga pengepakan. Nantinya, tembakau yang sudah dikepak akan dikirim langsung ke Kudus untuk diolah menjadi rokok, karena memang di Lombok, tidak ada pabrik rokok, yang ada hanya gudang tembakau-nya saja.
* * *
SELEPAS dari Kantor Djarum di Montong Gamang, kami lalu diajak untuk mengunjungi ladang tembakau di daerah Pademare. Daerah ini menjadi salah satu daerah yang masuk dalam lingkup program kerjasama kemitraan petani dengan Djarum.
Syukron dan Efenerr mencoba menerbangkan drone (foto oleh: Eko Susanto)
Para peserta beserta panitia di tengah ladang tembakau (foto oleh: Syukron)
Tak hanya mengunjungi ladang tembakau, kami juga diajak untuk mengunjungi tempat pengovenan tembakau milik warga. Tempat pengovenan tembakau di sana adalah berupa ruangan tertutup yang di dalamnya ditambahkan corong yang memancarkan hawa panas yang berasal dari proses pembakaran.
Berkunjung ke tempat pengovenan tembakau milik warga (foto oleh: Atre)
Adapun ke-lima belas blogger tersebut adalah: Agus Mulyadi (alias saya sendiri), Arman Dhani, Wira Nurmansyah, Farchan Noor Rachman, Ayos Purwoaji, Aditia Purnomo, Astri Apriyani, Sukma Dede, Sabda Armandio, Maharsi Wahyu Kinasih, Eddward S. Kennedy, Sutikno, Syukron Makmun, Vira Tanka, dan Indri Juwono.
* * *
DI JELAJAH Tembakau Nusantara Lombok kali ini, kami akan diajak berkeliling Lombok untuk mengetahui seluk beluk tembakau Virginia (yang merupakan salah satu tembakau andalan Lombok), Mulai dari proses penanaman, jual beli, pengolahan, hingga dampak ekonomi dari Tembakau Virginia bagi masyarakat Lombok.
Sejatinya, seluruh peserta sudah berada di Lombok sejak hari Jumat tanggal 21 Agustus 2015, namun acara jelajah baru dimulai keesokan harinya, yaitu hari sabtu, 22 Agustus 2015.
* * *
PENJELAJAHAN kami dimulai dengan menemui pas Iskandar. Beliau ini bisa dibilang adalah living legend dalam dunia pertembakauan Lombok. Pria 60 tahun asal Sidoarjo ini adalah tokoh perintis penanaman tembakau Virginia di Lombok.
Pak Iskandar bekerja sebagai senior manager Djarum di Lombok, beliau lah yang bertanggung jawab terhadap segala proses operasional Djarum di Lombok.
Pak Iskandar yang gagah dan fangkeh (sumber foto: Buku Dunia Iskandar)
Kami dijamu oleh Pak Iskandar di kantornya, di Djarum-Tobacco Station Lombok di daerah Montong Gamang, Lombok Tengah.
Namanya juga kantor perusahaan rokok, maka suguhan utama di tempatmeeting kantor ini tentu saja adalah rokok. Pak Iskandar sengaja menyediakan ber-slop-slop rokok untuk para rombongan. Disuguhi suguhan yang begitu menggoda, naluri nggragas para peserta pun muncul. Beberapa peserta dengan beringas mengambil beberapa bungkus rokok sekaligus. “Hehehe..., Lumayan, sekalian buat oleh-oleh temen kantor,” begitu kata Farchan Noor Rachman alias Efenerr, kawan saya sesama blogger Magelang. “Hambok kamu ngambil juga, walaupun kamu ndakngrokok, tapi kan bisa buat oleh-oleh temen-temenmu tho?” lanjutnya.
Saya terdiam sejenak merenungi saran agung nan bijak dari Efenerr, Tak butuh waktu lama bagi saya untuk mengiyakan saran Efenerr, dan tak butuh waktu lama pula bagi saya untuk segera menyusul kawan-kawan "merampok" persediaan rokok yang memang sudah disediakan.
Terhitung, ada 7 bungkus rokok yang berhasil saya ringkus, masing-masing adalah 3 bungkus Djarum Super, 3 bungkus Djarum Supermild, dan 1 bungkus LA Bold. Sekali lagi, rejeki anak sholeh.
Rokok sebagai suguhan yang begitu menggoda (foto oleh: Eko Susanto)
Setelah selesai "mengamankan" apa yang seharusnya sudah menjadi hak saya, saya kemudian langsung duduk di meja meeting untuk mendengarkan pemaparan tentang Tembakau Lombok oleh Pak Iskandar.
“Di Indonesia, ada beberapa daerah yang menjadi penghasil Tembakau Virginia, diantaranya adalah Lombok, Blitar, Ponorogo, Lampung, dan Bali,” Terang pak Iskandar mengawali pemaparannya. “Namun Lombok merupakan daerah penghasil yang terbesar, karena jumlah tembakau Virginia yang dihasilkan Lombok mampu memasok 80-90% dari total produksi tembakau Virginia Nasional.” lanjut beliau.
Pak Iskandar dengan segala pemaparannya (foto oleh: Atre)
Perlu diketahui, Lombok memang menjadi daerah penghasil tembakau jenis Virginia FC (Flue Cured) yang terbesar di Indonesia. Tak hanya yang terbesar, Lombok juga menjadi penghasil tembakau Virginia terbaik, hal ini menurut pak Iskandar karena tanah dan curah hujan di Lombok sangat mendukung.
Selanjutnya, Pak Iskandar banyak bercerita tentang pengalamannya saat menjadi penyuluh lapangan di Lombok, beliau juga bercerita banyak tentang transaksi sistem kerja PT Djarum dengan para petani yang menggunakan konsep kemitraan dan pendampingan.
Pak Iskandar juga memaparkan tentang perawatan tembakau, mulai dari pembibitan, hingga panen. Dari pemaparan inilah kami para peserta jadi tahu bahwasanya tembakau memang tanaman yang lebay dan manja, karena dalam masa perawatannya, tembakau butuh perhatian yang lebih serius ketimbang tanaman-tanaman lain.
Selesai pemaparan, kami lalu diajak untuk mengunjungi gudang dan tempat pengolahan tembakau yang lokasinya masih satu kompleks dengan kantor. Di Gudang inilah para petani menjual langsung tembakau hasil panenan-nya.
Tembakau yang dibeli langsung dari para petani (foto oleh: Eko Susanto)
Tembakau yang dibeli langsung dari para petani (foto oleh: Eko Susanto)
Proses penyortiran tembakau (foto oleh: Eko Susanto)
Di gudang ini, nilai transaksi tembakau yang dibayarkan langsung kepada petani bisa mencapai angka enam miliar setiap harinya. Luar biasa bukan?
Oh ya, selain berfungsi sebagai gudang, tempat ini juga menjadi tempat pengolahan tembakau. Tahap pengolahannya antara lain mulai darigrading, penyortiran, pemanggangan, hingga pengepakan. Nantinya, tembakau yang sudah dikepak akan dikirim langsung ke Kudus untuk diolah menjadi rokok, karena memang di Lombok, tidak ada pabrik rokok, yang ada hanya gudang tembakau-nya saja.
* * *
SELEPAS dari Kantor Djarum di Montong Gamang, kami lalu diajak untuk mengunjungi ladang tembakau di daerah Pademare. Daerah ini menjadi salah satu daerah yang masuk dalam lingkup program kerjasama kemitraan petani dengan Djarum.
Syukron dan Efenerr mencoba menerbangkan drone (foto oleh: Eko Susanto)
Para peserta beserta panitia di tengah ladang tembakau (foto oleh: Syukron)
Tak hanya mengunjungi ladang tembakau, kami juga diajak untuk mengunjungi tempat pengovenan tembakau milik warga. Tempat pengovenan tembakau di sana adalah berupa ruangan tertutup yang di dalamnya ditambahkan corong yang memancarkan hawa panas yang berasal dari proses pembakaran.
Berkunjung ke tempat pengovenan tembakau milik warga (foto oleh: Atre)

Tempat ini sangat tidak dianjurkan untuk para insan yang sedang patah hati, karena tahu sendiri lah, panasnya bisa berlipat ganda :)
* * *
DARI Pademare, kami kemudian berpindah ke daerah Lekor, di Kecamatan Janapria, Lombok Tengah. Lekor adalah salah satu daerah yang menjadi simbol peningkatan ekonomi masyarakat Lombok karena pertanian Tembakau.
Dulu, Lekor lekat dengan citra kelam. Jika ada pencurian, biasanya orang Lombok akan menuding penduduk Lekor sebagai pelakunya. Kebiasaan ini sudah berlangsung sedemikian lama hingga akhirnya Desa Lekor terkenal sebagai desa maling. Orang Lekor tentu tidak ada yang ingin menjadi pencuri. Tetapi keadaan memaksa mereka.
Lekor memang desa tertinggal. Akses jalan menuju ke sana susah, berbatu dan hanya sedikit yang diaspal. Dahulu, mayoritas penduduk Lekor bekerja sebagai petani non-tembakau. Mereka menanam padi, ubi, atau kacang. Hasilnya sangat menyedihkan, panenan mereka bahkan sering tidak cukup untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun semuanya berubah saat
“Kalau tidak ada tembakau, orang Lekor akan kembali melakukan tindak kriminal,” kata Haji Sabarudin, tetua petani tembakau di daerah Lekor.
Di Desa Lekor ini, banyak warganya yang sukses bertani tembakau, nyaris sebagian besar orang di Desa Lekor hidup makmur. Semua berkat tembakau. Bahkan menurut Haji Sabarudin, sudah ada banyak warga yang berhasil naik haji dari hasil bertani tembakau.
Kini saya semakin sadar, bahwa bukan hanya tukang bubur yang bisa naik haji, tapi petani tembakau pun juga bisa. Camkan itu RCTI, camkan itu...
* * *
SELEPAS Petang, kami mampir di salah satu rumah makan terkenal di Lombok. Di rumah makan ini, kami sekalian berdiskusi dengan Pak Iskandar dan juga Pak Martadinata, seorang budayawan Lombok yang ternyata masih adiknya Pak Iskandar.
Dalam diskusi ini, kami berbincang soal hubungan erat rokok dengan budaya masyarakat Lombok (Di Lombok, masyarakat menyebut rokok dengan sebuatn Lanjaran). Usut punya usut, ternyata di Lombok , Rokok juga menjadi salah satu sajian untuk menyambut tamu, terutama untuk acara-acara adat.
Penyajiannya pun tak jauh berbeda dengan di daerah saya, yaitu rokok dikeluarkan dari bungkusnya, lalu diletakkan dalam gelas, kemudian diputar sesama tamu dan diambil secara bergantian.
Ah, Rokok kadang memang seperti Nokia: Connecting People
* * *
MINGGU, 23 Agustus 2015, Hari terakhir penjelajahan. Di hari terakhir ini, kami diajak untuk berwisata.
Destinasi pertama yang dituju adalah Kampung adat Sasak Sade yang termasyur itu. Kampung ini berada di Pujut, Lombok Tengah. Dusun ini dikenal sebagai dusun yang mempertahankan adat suku Sasak. Dinas Pariwisata setempat memang menjadikan Sade sebagai desa wisata. Ini karena keunikan Desa Sade dan suku Sasak yang jadi penghuninya.
Sebagai desa wisata, Sade punya keunikan tersendiri. Meski terletak persis di samping jalan raya aspal nan mulus, penduduk Desa Sade di Rembitan, Lombok Tengah masih berpegang teguh menjaga keaslian desa.
Bisa dibilang, Sade adalah cerminan suku asli Sasak Lombok. Yah, walaupun listrik dan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dari pemerintah sudah masuk ke sana, Desa Sade masih menyuguhkan suasana perkampungan asli pribumi Lombok.
Salah satu yang unik di kampung ini adalah, jika seorang pria sasak ingin menikahi wanita sesama suku sasak, maka ia harus menculik si wanita dan kemudian meminta orang tua si wanita agar menikahkannya. hehehe. Jadi jangan heran kalau ada kasus penculikan, maka laporan ke Penghulu bakal lebih banyak ketimbang laporan ke polisi.
* * *
Selain Kampung Sade, destinasi wisata lain yang kami kunjungi adalah pantai Tanjung Aan. Jelas akan durhaka bagi kami bila berkunjung ke Lombok tanpa mengunjungi salah satu dari sekian banyak pantainya yang memang terkenal indah.
Pantai Tanjung Aan ini Subhanalloh indahnya. Pasirnya putih, airnya bening, pemandangannya sempurna. Ah, ingin sekali rasanya kelak bisa berbulan madu di sini.
(Tunggu abang dek, tunggu abang...)
* * *
SENIN pagi, 24 Agustus 2015, seluruh rombongan sudah berkemas dan bersiap meninggalkan hotel. Kami semua meluncur ke Bandara Internasional Lombok untuk selanjutnya pulang ke rumah kami amsing-masing. Rombongan terbagi menjadi dua jurusan, satu rombongan bakal terbang ke Jakarta, dan rombongan yang lain bakal terbang ke Yogyakarta. Saya jelas masuk dalam rombongan yang terbang ke Yogyakarta.
Namun sunguh beruntung nasib saya. Di menit-menit akhir, baru saya diberi tahu, kalau ternyata, ada bonus wisata untuk saya. Hehehe. Jebul, saya diajak sama Panitia untuk jalan-jalan sebentar barang setengah hari di Bali. Lagi-lagi, Rejeki anak sholeh.
Saya, Adit, Mas Eko (panitia), dan Nody (panitia) akhirnya terbang ke Bali untuk berlibur sejenak.
Destinasi kami adalah Tegalalang rice terraces di Ubud, itu lho, sawah terasering terkenal yang jadi tempat syuting film Eat Pray Love yang dibintangi sama Julia Roberts.
Kami hanya sebentar di Bali, cuma enam jam, karena selanjutnya kami harus terbang pulang ke Jogja jam setengah tiga sore. Tapi tak apa lah, biar hanya sejenak, yang penting sarat kesan. Lha kapan lagi bisa umuk sama temen: “Aku ini ke Bali cuma mau mampir ngopi, kurang sugih gimana coba?”
* * *
PENERBANGAN ke Jogja berjalan dengan sangat lancar, landing-nya mulus, Lha Garuda Indonesia je (umuk yo ben)
Di Bandara Adi Sucipto, kami berpisah. Saya langsung bertolak ke Magelang menggunakan Damri. Sedangkan Adit, Mas Eko, dan Nody langsung menuju kantor KBEA untuk singgah.
Bagi saya, Penjelajahan baru benar-benar usai saat kaki saya memijak halaman depan rumah saya. Sungguh sebuah penjelajahan yang sangat berkesan. Kawan baru, pengalaman baru, dan kisah yang baru.
Pada akhirnya, penjelajahan ini adalah persoalan pesan yang harus disampaikan, bahwa kadang, kita akan senantiasa menjadi manusia yang salah bila selalu melihat sesuatu hanya dari satu sisi, karena seringkali kita luput pada kebaikan-kebaikan tersembunyi pada sesuatu, yang hanya bisa dilihat dari sisi yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar